Thursday, November 10, 2011

Sesak Kumat-kumatan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi, menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.

SKENARIO 2

Sesak Kumat-Kumatan

Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa oleh bapak dan ibunya ke IGD rumah sakit dengan keluhan tiba-tiba sesak sejak tadi sore. Penderita dikatakan memang sering sesak kumat-kumatan. Bahkan dalam 1 bulan terakhir sudah 3 kali kumat. Namun jika tidak kumat, tidak ada sesak sama sekali dan ia dapat beraktivitas seperti biasa. Riwayat panas badan tidak ada. Dalam keluarganya dikatakan ayahnya dulu juga memiliki penyakit yang sama. Dari pemeriksaan vital sign Nadi: 100x/menit, Respirasi: 40x/menit, suhu aksila 36° C.

Pemeriksaan fisik ditemukan whezing. Setelah diberikan oksigen dan inhalasi sesaknya berkurang dokter melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa.

1.2. LEARNING OBJECTIVE

1. Mengetahui anatomi dari sistem respirasi

2. Mengetahui fisiologi dari sistem respirasi

1.3. PERMASALAHAN

1. Penyebab Sesak Nafas?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya sesak kumat kumatan?

3. Apa hubungan Riwayat Penyakit Keluarga dengan pasien pada pasien dalam skenario?


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. TERMINOLOGI

· Sesak Nafas adalah perasaan sulit bernafas secara subjektif. Tanda objektif sesak nafas adalah penggunaan otot-otot pernafasan tambahan (sternokleidomastoideus, skalenus, trapezius), cuping hidung, takipnea, dan hiperventilasi. Sesak napas merupakan keluhan subyektif (keluhan yang dirasakan oleh pasien) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan.

2.2. LEARNING OBJECKTIVE

1. Anatomi Sistem Respirasi

A. Struktur Utama

v Saluran Udara Pernapasan Bagian Atas (Jalan Napas)

Jalan napas meliputi lubang hidung, pharing dan laring. Lubang hidung atau nares tempat masuknya udara. Pharing adalah bagian tractus digestivus dan tractus respiratorius yang terletak dibelakang cavum nasi (nasopharing), cavum oris (oropharing), dan laring (Laryngopharing). Sedangkan laring merupakan tractus respiratorius yang akan berlanjut sebagai trachea.

v Saluran Udara Pernapasan Bagian Atas (Saluran Napas)

Batas saluran pernapasan atas dan bawah adalah kartilago krikoidea. Saluran udara pernapasan meliputi trachea, bronkus, dan bronkiolus. Trachea merupakan suatu tabung cartilaginea dan membranosa, membentang dari tepi bawah larynx setinggi vertebrae cervical VI hingga angulus sterni setinggi vertebrae thoracica IV-V. Disusunn oleh sekitar 20 lapis kartilago yang berbetuk huruf C dan berakhir ketika bercabang di karina. Pada ketinggian vertebralis thoracica IV atau setinggi sambungan antara manubrium dengan iga kedua kanan, trachea bercabang dua di karina menjadi bronchus principalis dexter et sinister.

Bronchus principalis dexter lebih besar, lebih pendek, dan lebih vertical disbanding bronchus principalis sinister. Masing-masing bronchus principalis akan bercabang menjadi bronchus secundus dimana jumlahnya sesuai jumlah lobus dari pulmo. Bronchus ini akan bercabang menjadi bronchus segmentalis yang jumlahnya sesuai dengan jumlah segmen pulmo. Kemudian bronchus segmentalis akan bercabang menjadi bronchiolus, lalu bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan berakhir sebagai alveoli pulmo.

B. Struktur Pelengkap

Yang digolongkan ke dalam struktur pelengkap system pernapasan adalah struktur penunjang yang diperlukan untuk bekerjanya system pernapasan itu sendiri. Struktur pelengkap itu sendiri adalah dinding dada yang dibentuk oleh tulang, otot, serta kulit

Gambar: Anatomi sistem pernafasan

2. Fisiologi Sistem Respirasi

Respirasi merupakan suatu prses pertukaran gas (pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida) antara organisme dengan lingkungan. Ada 2 jenis respirasi, yaitu respirasi eksternal (pertukaran gas antara darah dan atmosfer) dan respirasi internal (pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Ada 4 proses dalam respirasi, yaitu ventilasi, respirasi eksternal, transportasi gas melalui darah, respirasi internal, dan metabolisme pengguanaan oksigen di dalam sel serta pembuangan oksigen.

A. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses pergerakan udara ke dan dari paru. Fungsinya adalah untuk menyediakan atau menyalurkan oksigen di udara luar yang dibutuhkan sel untuk metabolisme dan membuang karbondioksida hasil sisa metabolisme. Agar proses ventilasi ini dapat berlangsung sempurna diperlukan fungsi yang baik dari saluran pernapasan, otot-otot pernapasan serta elastisitas jaringan paru dan dinding thoraks.

Proses respirasi sangat dipengaruhi oleh adanya pengembangan dan pengempisan paru dan rongga dada. Kemampuan untuk mengembang dari rongga paru dan dinding rongga dada disebut complience. Sedangkan kemapuan untuk mengecil disebut elastisitas. Proses inspirasi memerlukan daya elastisitas aktif, sedangkan ekspirasi memerlukan daya elastisitas pasif. Daya elastisitas dipengaruhi oleh jalinan serabut elastin dan serabut kolagen di antara parenkim paru. Daya pengembangan paru dihambat oleh tegngan permukaan pada alveolus sehingga menyebabkan juga pengempisan alveoli saat ekspirasi. Tegangan permukaan itu diatur oleh surfaktan, suatu zat yang dihasilkan oleg sel pneumosit tipe II. Fungsi surfaktan ini selain untuk menurunkan tegangan permukaan juga untuk membersihkan alveolus dari bakteri dan debris.

Ada 2 proses dalam ventilasi, yaitu proses inspirasi dan proses ekspirasi. Pada prinsipnya gas bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah. Inspirasi terjadi bila tekanan intraalveoli lebih rendah dibanding tekanan udara luar. Hal ini disebabkan oleh mengembangnya rongga thoraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi dan kontraksi otot diafragmasehingga diafragma turun ke bawah dan rongga dada membesar. Sedangkan ekspirasi terjadi sebaliknya.

B. Respirasi Eksternal

Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar, selanjutnya adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah dan sebaliknya. Difusi gas ini akan terjadi dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Kecepatan difusi berbanding langsung dengan tekanan yang disebabkan oleh gas itu sendiri (tekanan parsial gas). Jika tekanan parsial lebih besar pada fase gas di alveoli (oksigen) maka molekul ini akan berdifusi dalam darah. Dan jika tekanan parsial gas lebih besar pada tekanan terlarut dalam darah (karbondioksida) maka difusi ke arah alveoli.

C. Transport gas melalui darah

Di dalam darah terdapat hemoglobin, yang nantinya akan mengangkut oksigen untuk dialirkan ke dalam jaringan dan karbondioksida ke alveoli. Ikatan karbondioksida dengan hemoglobin adalah ikatan longgar, sehingga karbondiaksida mudah dilepaskan ke alveoli yang memiliki tekanan parsial yang lebih rendah.

D. Respirasi Internal (prinsipnya sama dengan respirasi eksternal).

E. Metabolisme penggunaan oksigen di dalam sel serta pembuangan karbondioksida.

2.3. PERMASALAHAN

1. Penyebab Sesak Nafas

a. Jika seseorang rentan terhadap alergi tertentu, maka kemungkinan ia dapat menderita sesak napas.

b. Gangguan pernapasan seperti asma adalah penyebab sesak napas yang sangat umum.

c. Makan terlalu banyak juga dapat menyebabkan sesak napas. Hal ini karena ketika Anda makan berlebih, menekan perut buncit terhadap diafragma menyebabkan sesak napas.

d. Jika seseorang menderita bronkitis, maka karena peradangan pada tabung-tabung bronchial sesak napas dapat terjadi.

e. Gangguan kecemasan parah yang terus menerus juga dapat menyebabkan sesak napas, rasa cemas dapat menyebabkan sesak dada.

f. Mereka yang menderita berbagai gangguan jantung dapat mengalami sesak napas. Dalam hal ini, sesak napas dapat menjadi tanda serangan jantung akan datang.

g. Penyakit paru-paru dapat menyebabkan parut pada jaringan paru. Hal ini menyebabkan sesak napas.

h. Kurang olahraga dan kegiatan fisik lainnya dapat menyebabkan sesak nafas ketika melakukan aktivitas normal.

i. Orang obesitas lebih mungkin menderita sesak napas, karena masalah berat badan.

2. Mekanisme Sesak Nafas

a. Faktor keturunan, yang memang bawaan dari kedua orang tua dan khususnya pada asma terpaut dengan kromosom 11 pada penderita memiliki paru-paru dan organ pernafasan lemah. Ditambah dengan kelelahan bekerja dan gelisah, maka bagian-bagian tubuh akan memulai fungsi tidak normal. Sistem pertahanan bekerja ekstra, bahkan kadang-kadang alergi dan asma timbul sebagai reaksi dari sistem pertahanan tubuh yang bekerja terlalu keras.

b. Faktor lingkungan. Udara dingin dan lembab dapat menyebabkan sesak nafas. Demikian pula dengan serbuk sari bunga (pollen) dan partikel lain. Bekerja di lingkungan berdebu atau asap dapat memicu sesak nafas berkepanjangan. Polusi pada saluran hidung disebabkan pula oleh rokok yang dengan langsung dapat mengurangi suplai oksigen.

c. Produksi lendir yang berlebihan akan menyumbat saluran udara. Makanan yang menyebabkan produksi lendir berlebih adalah produk dari susu, tepung, nasi putih, dan permen.

d. Kurangnya asupan cairan sehingga lendir pada paru-paru dan saluran nafas mengental. Kondisi ini juga menjadi situasi yang menyenangkan bagi mikroba untuk berkembang biak.

e. Masalah pada susunan tulang atau otot tegang pada punggung bagian atas akan menghambat sensor syaraf dan bioenergi dari dan menuju paru-paru.

f. Ketidakstabilan emosi. Orang-orang yang gelisah, depresi, ketakutan, rendah diri cenderung untuk sering menahan nafas. Atau justru menarik nafas terlalu sering dan dangkal sehingga terengah-engah. Dalam waktu yang lama, kebiasaan ini berpengaruh terhadap produksi kelenjar adrenal dan hormon, yang berkaitan langsung dengan sistem pertahanan tubuh. Kurang pendidikan bisa juga menyebabkan sesak nafas. Pengetahuan akan cara bernafas yang baik dan benar akan bermanfaat dalam jangka panjang baik terhadap fisik maupun emosi seseorang.

3. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Pasien

Faktor keturunan, yang memang bawaan dari kedua orang tua dan khususnya pada asma terpaut dengan kromosom 11 pada penderita memiliki paru-paru dan organ pernafasan lemah. Ditambah dengan kelelahan bekerja dan gelisah, maka bagian-bagian tubuh akan memulai fungsi tidak normal. Sistem pertahanan bekerja ekstra, bahkan kadang-kadang alergi dan asma timbul sebagai reaksi dari sistem pertahanan tubuh yang bekerja terlalu keras.


BAB III

PEMBAHASAN

Anamnesis

v Nama : -

v Jenis kelamin : Perempuan

v Umur : 5 tahun

Pemeriksaan Fisik

v Nadi : 100x/menit

v Respirasi : 40x/menit

v Suhu aksila : 36° C

v Ditemukan Whezing

Keluhan Utama

v Sesak yang kambuh-kambuhan.

Riwayat Penyakit Keluarga

v Ayahnya dulu juga memiliki penyakit yang sama

3.1. Diagnosis Differensial

1. Emfisema Paru

A. Definisi

Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel.

B. Etiologi

Ä Bronkhitis Kronis yang berkaitan dengan merokok

Ä Mengisap asap rokok/debu

Ä Pengaruh usia

C. Patofisiologi

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus. Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan. Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang.
Mekanisme katup penghentian : Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih penimbunan udara di alveolus menjadi
®sukar dari pemasukannya bertambah di sebelah distal dari paru.

Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.

Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.

Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.

D. Gejala

Cepat lelah

Dada berbentuk tong ( barrel chest) dan diafragma mendatar

Resonansi pada perkusi dada (timpani dan bunyi jantung terdengar jauh)

Gagal pernafasan terjadi berangsur-angsur dengan gagal jantung kanan (cor pulmonal)

2. Bronkitis

A. Definisi

Bronkitis (Bronchitis; Inflammation - bronchi) adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit bronkitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.

B. Etiologi

Ä Infeksi virus 90% : adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dan lain-lain.

Ä Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella)

Ä Jamur

Ä Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.

C. Patofisiologi

Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.

Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

D. Gejala

 Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)

 Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan

 Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)

 Bengek

 Lelah

 Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan

 Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan

 Pipi tampak kemerahan

 Sakit kepala

 Gangguan penglihatan.

3. Pneumonia

A. Definisi

Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Adapun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.

B. Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan faktor-faktor lain yang belum diketahui. Gejala-gejala pneumonia yang menular disebabkan oleh invasi pada paru-paru oleh mikroorganisme dan respon sistem kekebalan terhadap infeksi. Meskipun lebih dari seratus jenis makhluk kecil yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya beberapa yang menjadi penyebab untuk kebanyakan kasus. Yang paling umum menjadi penyebab pneumonia adalah jenis dari virus dan bakteri. Penyebab pneumonia menular yang kurang umum adalah parasit dan jamur.

C. Patofisiologi

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru karena adanya aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembangbiak menimbulkan pernyakit. Mikroorganisme masuk saluran napas, dengan cara:

· Inokulasi langsung

· Penyebaran melalui pembuluh darah

· Inhalasi bahan aerosol

· Kolonisasi di permukaan mukosa

Bakteri masuk ke alveoli menyebabkan reaksi radang, sehingga timbullah edema di seluruh alveoli, infiltrasi sel-sel PMN (polimorfonuclear), dan diapedesis eritrosit. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli. Dengan bantuan lekosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain:

· Zona luar: alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema.

· Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.

· Zona konsolidasi luar: daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.

· Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, lekosit dan alveolar makrofag.

Sehingga, terlihat adanya 2 gambaran, yaitu:

· Red hepatization: daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan

· Gray hepatization: daerah konsolidasi yang luas

D. Gejala

Orang dengan pneumonia sering memiliki gejala batuk yang mengeluarkan dahak berwarna kehijau-hijauan dan kuning, juga lendir dan demam tinggi yang disertai dengan tubuh menggigil. Sesak nafas juga umum terjadi pada pneumonia, seperti sakit pleuritic (selaput) dada yang menusuk dan menusuk. Penderita pneumonia mungkin bisa mengeluarkan darah saat batuk, mengalami sakit kepala, juga sering berkeringat dan kulit lembab/basah. Gejala lainnya adalah hilangnya nafsu makan, kelelahan, kulit berwarna kebiruan, mual, muntah, mood swings (?), dan rasa sakit/nyeri otot. Bentuk pneumonia yang kurang umum dapat menyebabkan gejala lain, misalnya, pada pneumonia yang disebabkan oleh Legionella abdominal yang dapat menimbulkan sakit perut dan diare, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh tuberculosis or Pneumocystis dapat menyebabkan penurunan berat badan dan berkeringat saat malam hari. Pada orang dewasa, manifestasi dari pneumonia mungkin bisa berbentuk kebingungan dan sekelilingnya seperti berputar yang bisa menyebabkan jatuh. Bayi dengan pneumonia mungkin mengalami banyak gejala seperti tersebut di atas, tetapi dalam banyak kasus mereka terlihat sering mengantuk dan nafsu makan berkurang.

4. Asma

A. Definisi

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.

B. Etiologi

a. Faktor Intrinsik

y Infeksi

Á Virus yang menyebabkan ialah Parainfluenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV).

Á Bakteri, misalnya Pertusis dan Streptokokkus.

Á Jamur, misalnya aspergillus.

y Cuaca

perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.

y Aspek genetik

y Kemungkinan alergi

y Saluran napas yang memang mudah terangsang

y Jenis kelamin

y Ras/etnik

b. Faktor Lingkungan

y Bahan-bahan di dalam ruangan

y Bahan-bahan di luar ruangan

y Makanan-makanan tertentu

y Obat-obatan tertentu

y Ekspresi emosi yang berlebihan

y Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

y Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

y Exercise induced asthma

y Perubahan cuaca

C. Patofisiologi

Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada status asmatikus. Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.

Terhadap penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun, mencerminkan respirasi asidosis.

D. Gejala

a. Objektif :

Á Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheesing

Á Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan

Á Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan

Á Sianosis, takikardi, gelisah, pulsus paradoksus

Á Fase ekspirium memanjang disertai wheesing (di apeks dan hilus)

b. Subyektif :

Á Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia

c. Psikososial :

Á Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung

Á Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya

No

Gejala

Asma

Pneumonia

Bronkitis

Emfisema Paru

1

Sesak

2

Batuk

3

Sesak Kumat-kumatan

4

Batuk Berdahak

5

Demam

6

Nyeri dada

7

Serak

8

Sianosis

9

Sesak dada

10

Nafsu makan menurun

11

Rhonky

12

Whezing

3.2. Diagnosis Pada Skenario

Dari diagnosis differensial didapatkan bahwa pasien tersebut suspek asma. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan. Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.

Pada skenario dokter merencanakan untuk melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang mungkin akan dilakukan oleh dokter tersebut, yaitu:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :

· Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

· Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

· Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

· Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan darah

· Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

· Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

· Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

· Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

§ Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

§ Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

§ Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

§ Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

§ Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

3. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.

4. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

3.3. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

1. Pengobatan non farmakologik:

§ Memberikan penyuluhan

§ Menghindari faktor pencetus

§ Pemberian cairan

§ Fisiotherapy

§ Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2

golongan :

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

Ä Orsiprenalin (Alupent)

Ä Fenoterol (berotec)

Ä Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)

Nama obat :

ü Aminofilin (Amicam supp)

ü Aminofilin (Euphilin Retard)

ü Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

ü Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak- anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

ü Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.


BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Sesak nafas adalah perasaan sulit bernafas secara subjektif. Pada pasien yang datang ke IGD tersebut menderita penyakit asma. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. Pasien dikatakan terkena asma karena berdasarkan gejala yang di derita pasien dan ayah pasien juga menderita penyakit yang sama. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk memastikan diagnosis yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium

2. Rontgen thorak

3. Pemeriksaan tes kulit

4. Spirometri

Terapi yang dapat diberikan adalah:

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

b. Santin (teofilin)


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. http:// id.wikipedia.org/. Akses 6 april 2011.

Baratawidjaja, karnen Garna. 2009. Imunologi Dasar Edisi 8. Jakarta : FK UI

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi 11. Jakarta: EGC

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Robbins,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 1. Jakarta : EGC

Sudoyo, W.Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

No comments:

Post a Comment