Thursday, November 10, 2011

Makalah Bronchiolitis



MAKALAH TASK READING
“BRONCHIOLITIS”
DI SUSUN OLEH :
AYU RIZKY ANDHINY (010.06.0037)
MUCHLIS EFFENDI (010.06.0058)
RAJIB MAULANA (010.06.0058
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2011


BAB I
PENDAHULUAN
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2ke dalam tubuh (inspirasi), serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh (ekspirasi).
Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak. Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :
a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran nafas.
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas.
Debu merupakan salah satu partikel melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) yang sering merusak mekanisme pertahanan dari sistem pernapasan. Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium, tutonium), debu inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain), dan debu biologis (virus, bakteri, kista).
Di dalam makalah ini, penulis akan membahas gangguan pada bronkiolus yang disebabkan oleh debu biologis (virus) yang sering disebut dengan “Bronchiolitis”
BAB II
LANDASAN TEORI
Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah virus yang menyebabkan bronchiolitis terbanyak, kira-kira 45 – 55 % dari total kasus.Virus lainnya yang menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirussekitar 20%.RSV merupakan virus Ribo Nucleic Acid (RNA) berselubung anggota dari genus pneumovirus, familia paramyxoviridae.Bentuk dan ukuran virion virus RSV bervariasi (ratarata diameter 120300 nm).RSV bersifat tidak stabil di lingkungan dan dapat diinaktivasi dengan sabun, air dan desinfektan.
RSV menyebar dari sekret pernafasan melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau kontak dengan bahan yang terinfeksi.Infeksi dapat terjadi jika bahan yang terinfeksi mengenai mata, mulut atau hidung atau melalui inhalasi droplet (percikan ludah/ingus) saat penderita bersin dan batuk.
RSV hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA heliks linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen envelope menandakan bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun.
Di daerah iklim sedang, infeksi RSV biasanya menjadi wabah tahunan selama 46 bulan pada musim gugur, dingin dan permulaan musim semi, puncaknya pada musim dingin. RSV akan menyebar secara luas pada anakanak, serologiRSV menyebar dari sekret pernafasan melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau kontak dengan bahan yang terinfeksi. Infeksi dapat terjadi jika bahan yang terinfeksi mengenai mata, mulut atau hidung atau melalui inhalasi droplet (percikan ludah/ingus) saat penderita bersin dan batuk. Di daerah iklim sedang, infeksi RSV biasanya menjadi wabah tahunan selama 46 bulan pada musim gugur, dingin dan permulaan musim semi, puncaknya pada musim dingin. RSV akan menyebar secara luas pada anakanak.
Pada beberapa hari pertama setelah terinfeksi merupakan fase paling infeksius, sehingga mudah menularkan virus ini kepada orang lain. Tetapi virus RSV juga masih dapat menyebar sampai beberapa minggu setelah terinfeksi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolusyang pada umumnya disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala– gejala obstruksi bronkiolus.
B. Epidemiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan olehRespiratory Syncitial Virus (RSV) sekitar60–90% dari kasus.Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahundengan insidentertinggi pada bayi usia 6 bulan. Pada daerah yang penduduknya padat, insiden bronkiolitis karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal(maternal neutralizing antibody)yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan,bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis danimmunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakityang lebih berat.
C. Etiologi
Bronkhiolitis disebabkan oleh Respiratory Synctial Virus (RSV), parainfluenza virus, Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lain.
Etiologi yang paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), berkisar antara 45-55% dari total kasus yang ada. Sedangkan virus-virus lainnya, seperti Parainfluenza virus, Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus sekitar 20%. Bronkiolitis juga dapat disebabkan oleh Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae) dan bakteri, walau frekuensinya relative sedikit yang sampai menyebabkan bronkiolitis pada bayi.
Sebagian besar infeksi saluran napas transmisinya melalui droplet infeksi. RSV lebih virulen daripada virus lain dan imunitas yang dibentuk oleh tubuh tidak dapat bertahan lama.
Infeksi virus sering berulang terutama pada bayi. Hal ini disebabkan oleh:
1. Kegagalan sistem imun host untuk mengenal epitope protektif dari virus.
2. Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi interleukin I inhibitor dengan akibat tidak bekerjanya sistem APC (antigen presenting cell).
3. Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan kemampuan virus dalam menyebabkan infeksi, baik pada makrofag maupun limfosit. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi seperti kegagalan produksi interferon, interleukin I inhibitor, hambatan terhadap antiobodi neutralizing dan kegagalan interaksi dari sel ke sel.
Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena neutralizing antibody ibu masih tinggi pada 4 - 6 minggu kehidupan, yang akan menurun pada bulan-bulan berikutnya. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus.
D. Patofisiologi
Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus. Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolu . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, subsfance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhimya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi lntercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.
Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunf. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pemapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkathampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total. Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksivirus. Perbedaan anatomiantara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. lnfeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi 'cumulatif immunity' sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasapenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.
E. Gejala
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.
Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. Terdapat ekspirasi yang memanjang.
F. Diagnosa
Diagnosis bronkiolitis berdasarkananamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Ø Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat antara lain berupa batuk, pilek, panas, wheezing, pada saat ekspirasi, takipnea. Kriteria bronkiolitis terdiri dari:
1. wheezing pertama kali,
2. umur 24 bulan atau kurang,
3. pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam
4. menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.
Ø Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat adanya distres pernapasan (keadaan dimana frekuensi napas sekitar 60 x/menit, dengan pernapasan cuping hidung, penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi dan juga sianosis). Namun, pada bronkiolitis akut retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan limpa dapat teraba karena terdorong oleh diafragma akibat hiperinflasi paru-paru. Pada beberapa pasien dapat ditemukan konyungtivitis, otitis, faringitis, tampak retraksi dada. Seringkali didapatkan ekspirasi memanjang, tetapi suara pernapasan normal. Pada auskultasi bisa terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang, bisa didapatkan sianosis. Pada keadaan yang amat berat suara pernafasan dapat tidak terdengar. Hal ini dapat dikarenakan obstruksi yang terjadi sifatnya hampir menyeluruh.
Ø Pemeriksaan penunjang
· Laboratorium
Tes laboratorium rutin tidak spesifik.Hitung lekosit biasanya normal. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMNdan bentuk batang. Kimdkk (2003) mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis dengan eosinofilia. Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.
· Radiologi
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan.Umumnya terlihat paru-paru mengembang(hyperaerated).Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis) atau pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaeratedapabila kita mendapatkan : siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal,pembuluh darah paru tampak tersebar.
G. Penatalaksanaan
Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif yaitu oksigenasi, bronkodilator, pemberian cairan dan nutrisi untuk mencegah dehidrasi, antivirus (Ribavirin) dan bila perlu dapat diberikan antibiotik.Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan.Penderita resiko sedang dan tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas.
Ø Oksigenasi
Oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus- kasus yang sangat ringan.Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan melaluinasal prongs(2 liter/menit), masker (minimum 4 liter/menit) atau head box. Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO2) pada suhu ruangan stabil diatas 94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah sakit.
Ø Bronkodilator
Obat-obat beta agonis (salbutamol, fenoterol) sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan saluran napas karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurangi pelepasan mediator dari sel mast, mengurangi sembab mukosa dan meningkatkan pergerakan silia saluran napassehingga efektivitas dari mukosilier akan lebih baik.
Ø Terapi cairan
Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan infus dan diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan,kenaikan suhu dan status hidrasi.Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan tidak dapat minum, panas, distres napas untuk mencegah terjadinya dehidrasi.Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone). Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
Ø Antivirus (Ribavirin)
Ribavirin adalahsynthetic nucleoside analogue, menghambat aktivitas virus termasuk RSV. Ribavirin menghambat translasi messengerRNA (mRNA) virus kedalam protein virus dan menekan aktivitas polymeraseRNA. Titer RSV meningkat dalam tiga hari setelah gejala timbul atau sepuluh hari setelah terkena virus.Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama fase replikasi aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi.Kekurangan dari terapi ribavirin harganya yang mahal, resiko terjadi toksisitas pada pekerja.
Ø Antibiotik
Pada penderita bronkiolitis selain diberikan hidrasi dan oksigenasi juga diberikan antibiotika bilamana keadaan umum penderita kurang baik, penyakit yang berat atau ada dugaan infeksi sekunder dengan bakteri.
H. Prognosis
Kebanyakan anak dan orang dewasa pulih dari penyakit ini dalam 1-2 minggu.Namun pada bayi, balita, atau orang dewasa yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis, virus ini dapat menyebabkan kondisi yang lebih parah, bahkan kadang-kadang mengancam nyawa.Sehingga pada beberapa kasus infeksi virus RSV memerlukan rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, Jennifer P. BukuAjarPatofisiologi. Jakarta: EGC
Anonymous. 2010. Referat Bronchiolitis. From :http://referensikedokteran. blogspot.com/2010/07/referat-bronchiolitis.html. Akses 26Oktober 2011
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada umumnya disebabkan oleh virus Respiratory Syncytial Virus (RSV). Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insidentertinggi pada bayi usia 6 bulan.
Mula-mula bayi menderita gejala pilek, bersin, demam, nafsu makan berkurang, distres nafas, wheezing, sesak napas, rewel, muntah, sulit makan dan minum, sianosis, nadi meningkat, terdapat nafas cuping hidung, terdapat ekspirasi yang memanjang, konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif yaitu oksigenasi, bronkodilator, pemberian cairan dan nutrisi, antivirus (Ribavirin) dan bila perlu dapat diberikan antibiotik.

No comments:

Post a Comment